Esposin, JOHANNESBURG — Para peneliti di Namibia, Uganda terpana saat menemukan dua jerapah kerdil di taman margasatwa Nasional. Pendiri Yayasan Konservasi Jerapah, Julian Fennessy mengatakan penemuan jerapah kerdil ini sangat menakjubkan.
Melansir Reuters, Senin (11/01/2021) para peneliti mengaku sangat terkejut saat menemukan ukuran tinggi jerapah yang tidak biasa itu. Mamalia dengan julukan tertinggi di dunia ini biasanya memiliki tinggi 20 kaki atau sekitar 6 meter. Namun pada tahun 2018, para peneliti yang bekerja dengan yayasan menemukan jerapah berukuran 8,5 kaki atau sekitar 2,6meter.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Baca Juga: Kasus Kematian karena Covid-19 di Klaten Bertambah 8 Orang, Terbanyak dari Delanggu
Tiga tahun sebelumnya, peneliti ini juga menemukan jerapah kerdil yang hanya memiliki tinggi 9 kaki atau sekitar 2,3 m. Peneliti tersebut mempublikasikan temuan mereka di British Medical Journal pada akhir tahun 2020 lalu.
Dalam kedua kasus tersebut, jerapah memiliki standar leher panjang yang sama dengan jerapah lainnya. Namun kaki dari jerapah tersebut jauh lebih pendek dan tebal. Kondisi ini disebut sebagai skeletal dysplasia, atau kelainan pada perkembangan tulang.
Baca Juga: Tim Gabungan Operasi Yustisi di Sragen Saat Jateng di Rumah Saja
Gangguan Dysplasia
Laporan itu mengatakan bahwa hewan yang hidup dengan ganguan dysplasia kerangka biasanya memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih rendah. Fennessy menambahkan kemungkinan besar, secara fisik jerapah tersebut sulit untuk berkembang biak, dengan kawanan mereka yang berukuran normal.Rekaman yang diambil oleh yayasan menunjukkan jerapah kerdil itu berdiri di sabana kering taman nasional air terjun, Murchison di Uganda Utara. Sementara hewan yang lebih tinggi dengan kaki panjang berjalan di belakangnya.
Jumlah mamalia tertinggi di dunia ini, telah menurun sekitar 40% selama 30 tahun terakhir menjadi 111.000. Ini membuat keempat spesies jerapah diklasifikasikan oleh para konservasionis sebagai hewan yang rentan.
Baca Juga: Tanggapi Festival Santet Perdunu, Pemuda Muhammadiyah Jatim: Silakan Kalau Hiburan Semata
Berkurangnya populasi jerapah tersebut, disebabkan karena sebagian besar hilangnya habitat, fragmentasi habitat, pertumbuhan populasi manusia sehingga lebih banyak lahan yang diolah. Selain itu, kombinasi perburuan dan perubahan iklim juga menjadi penyebab utama langkanya hewan tersebut.
Namun, Fennessy menambahkan upaya konservasi telah membantu jumlah jerapah dalam satu dekade terakhir.